Kamis, 19 November 2009

Visualisasi Hidup

Rhonda Byrne dalam bukunya the Secret menyatakan bahwa “Setiap orang melakukan visualisasi, terlepas dari apakah ia mengetahuinya atau tidak, Visualisasi adalah rahasia besar dari kesuksesan”. Yup, kita harus punya visualisasi. Kalau dalam bahasa jamaknya kita harus punya mimpi. Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi kita, begitu kata Andrea Hirata. Suatu mimpi yang harus di perjuangkan, bukan hanya bermimpi dengan impian kosong.

Sekitar sebulan yang lalu saya mengikuti training yang berkesan bagi saya. Meskipun training-nya terlalu teknik dan entah kapan aplikasinya di Indonesia. Sangat mengasikkan karena harus belajar teknologi baru dengan system yang begitu kuat disisi konsep dan pengembangannya. Banyak orang menyebutnya LTE. Meskipun agak njlimet tapi minimal ya tak sesulit kalau kita berkutat dengan rumus-rumus abadi punya integral dan kalkulus. ;)

Tapi kita tak akan membicarakan tentang materi itu. Ada hal menarik lain yang saya dapatkan dari training itu. Ketika itu di hari terakhir pada saat break, saya dan teman2 kira-kira 3 orang sempat ngobrol secara personal dengan trainernya. Beliau adalah Pak Bambang dan Pak Nahwan. Saat ini beliau berdua adalah dosen di IT Telkom ( Dulu bernama STT Telkom ).

Beliau berdua kemudian banyak bercerita tentang keseharian mereka di dunia akademik. Mereka benar-benar membuka pemikiran kita yang saat ini mungkin hanya terpaku kerja dan kerja saja. Intinya adalah bagaimana bahwa mencari ilmu itu tidak akan pernah ada habisnya. Semakin ilmu kita bertambah maka semakin kita merasa kecil. Carilah ilmu sampai ke negeri Cina. Ups, tapi kemarin baca blognya trinity di nackedtraveler.com katanya negara Cina itu sangat jorok, yaudah ganti aja kalau gitu deh, “carilah ilmu sampai Eropa”. Bukannya lebih jauh, lebih mantap kan ya.

Pak Bambang cerita tentang istrinya yang sedang melanjutkan kuliah ke Belanda. Pak Nahwan juga cerita tentang kuliah S3-nya di UI. Mereka juga cerita tentang mahasiswa-mahasiswanya yang melanjutkan kuliah dengan beasiswa ke luar negeri. Terus bercerita juga bahwa kadang orang Indonesia seperti kita ini terlalu sederhana pemikirannya. Lulus kuliah, cari kerja, dapat kerja, menikah. Itu saja!

Padahal potensi yang di punya manusia itu kalau di explore dalam-dalam begitu luas. Banyak potensi yang harusnya melebihi ekspetasi yang boleh di bilang sempit itu. Banyak hal yang masih banyak di jelajah di dunia ini. Masih banyak ilmu yang harus di cari. Mungkin sudah budaya, ketika kita dulu masih sekolah cita-cita kita adalah bisa kuliah, lulus, dapat kerja yang bagus, menyenangkan orang tua, kemudian menikah. Sederhana sekali. Padahal masih ada banyak hal di luar sana yang masih bisa kita lakukan. Khususnya yang diceritakan tentang Pak Nahwan dan Pak Bambang adalah dalam bidang pendidikan. Kita bisa terus mencari ilmu, sekolah lagi, atau hal-hal lain yang bermanfaat bagi orang lain. Karena kita juga pasti meyakini bahwa amalan yang tidak akan pernah terputus amalannya dan akan kita bawa sampai mati salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat.

Beliau berdua cerita juga bahwa hanya dengan beasiswa, mahasiswa-mahasiswa mereka tetap bisa survive hidup di luar negeri sana. Intinya adalah kemauan kita untuk terus belajar, belajar dan belajar. Bahkan kehidupan nyata ini adalah sebuah pembelajaran yang setiap prosesnya akan memberi pembelajaran luar biasa bagi kita. Jadi ketika kita punya potensi yang luar biasa entah dalam bidang apapun, bagaimana kita bisa mengeksplore itu dalam-dalam. Yang pada nantinya pasti bermanfaat bagi hidup kita bahkan memberi kebanggaan luar biasa bukan hanya kepada kita tapi kepada orang tua kita dan orang-orang sekitar kita.

Mendapat pencerahan itu, sontak saya merasa sangat malu. Kami merasa pemikiran kita di buka. Kami merasa hidup kami terlalu sempit sekarang. Cuma berkutat dengan kerja dan kerja saja. Padahal ada hal yang lebih luar biasa disana. Mungkin kendala yang pertama kali adalah bagaimana kita mencoba keluar dari zona nyaman kita. Tapi yang penting yang harus di tanamkan pada diri kita adalah niat untuk mencari ilmu. Mungkin tak perlu jauh-jauh ke luar negeri bagi orang yang kemampuannya pas-pasan seperti saya ini. Tapi bagaimana ilmu yang kita dapat entah dari manapun itu bisa bermanfaat bukan hanya untuk sendiri tapi untuk orang lain juga. Mungkin harus berlipat-lipat lagi semangatnya bagi kita yang selama ini mata dan hati sudah tertutup slip gaji. ;)

Visualisasi, itulah intinya. Bagaimana kita bisa memvisualisasikan segenap daya dan upaya yang ada pada diri kita untuk mengeluarkan potensi terbaik yang ada pada diri kita. Bukan hanya untuk kita tapi untuk orang-orang di sekitar kita yang sangat bermakna di hidup kita.

Belajar, belajar, belajar.. Yuk marii 

Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin liku-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan berpancar ke arah yang mengejutkan. Aku ingin ke tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingi melepuh terbakar matahari, limbung di hantam angina, dan menciut dicengkeram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh penaklukan. Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup! ( Edensor – Andrea Hirata )


*suatu pagi di suatu kamar kecil di kota Semarang di iringi bunyi-bunyianan sms dari 252 dan 369 yang menarik-narikku untuk segera berangkat kerja.. oncall.. oncall.. semangat.. semangat.. apapun keadaan dan statusnya..

Lintang Damar Panuluh

Jakarta, 20 Agustus 2015 Di sudut Stasiun Gambir saya mendadak lemas. Tidak ada lagi tiket kereta tujuan ke Semarang untuk malam ini yang...