Selasa, 29 September 2009

Libur Telah Tiba Hatiku Gembiraaa

Akhirnya Ramadhan tahun ini sudah hampir usai.. Ada senang tapi ada sedihnya juga, seperti Bimbo dengan khusyuknya berdendang : " Setiap habis Ramadhan, hamba cemas kalau tak sampai.. Umur hamba ditahun depan, berilah hamba kesempatan.. "

Setiap habis Ramadhan
Hamba rindu lagi Ramadhan
Saat - saat padat beribadah
Tak terhingga nilai mahalnya

Setiap habis Ramadhan
Hamba cemas kalau tak sampai
Umur hamba di tahun depan
Berilah hamba kesempatan

Setiap habis Ramadhan
Rindu hamba tak pernah menghilang
Mohon tambah umur setahun lagi
Berilah hamba kesempatan

Alangkah nikmat ibadah bulan Ramadhan
Sekeluarga, sekampung, senegara
Kaum muslimin dan muslimat se dunia
Seluruhnya kumpul di persatukan
Dalam memohon ridho-Nya


Tapi ada senangnya juga karena Lebaran kali ini Alhamdulillah dapat libur 5 hari. Mungkin terlalu singkat bagi orang lain, tapi bagi saya liburan ini begitu panjang. Karena selama 4 tahun bekerja jauh dari rumah baru lebaran ini merasakan libur lebih dari 3 hari, meskipun sudah hampir 7 tahun ini menyandang sebutan "perantau".

Banyak pembelajaran yang saya lihat dari Ramadhan tahun ini, tapi selebihnya hal-hal ironis yang terlihat. Mungkin keadaanya seperti status facebook teman saya :

Lun Smith : Keaadaan susah dan sgt memprihatinkan di t4 korban gempa, jg lumpur Lapindo. Tp pusat2 p'bjaan msh ttp sj padat dgn org2 yg ngeborong . Hmm...Ironis !
Tues at 22:32 via Mobile Texts · Comment · Like

Kembali ke benang merah :) . Lebaran kali ini Insya Allah saya akan merayakan di Wonosobo. Boleh di bilang ini kota masa kecil karena semenjak lulus SMP saya harus mengadu ilmu ke Purwokerto. Kota setengah besar yang penuh dengan budaya Ngapakers-nya. Kotanya unik, kadang panas kadang dingin. Udaranya terlalu menyengat, apalagi buat saya yang hanya kost di kost-kostan kelas ABN ( Asal Bisa Nglekar ). Tapi 3 Tahun di sana menuliskan kenangan yang indah. Bertemu saudara-saudara baru dan tentunya punya logat bicara yang "mandan ngapak sitik" yang kebawa sampai sekarang.

Lepas 3 tahun dari sana, akhirnya lulus juga dari STM kebanggan itu. Saatnya memasuki dunia yang sesungguhnya, saatnya mencari kerja. Dengan modal nekat, ngeyelan, penuh salam super berdasarkan UUD 45 serta berlandaskan dasadarma pramuka akhirnya dinekatkan untuk mencari kerja. Setelah luntang-luntung kesana kemari akhirnya bisa dapat kerja di Semarang, mungkin buruh lebih tepatnya. Naik turun tangga dari tiang satu ke tiang yang lainnya menjadi menu sehari-hari. Testphone, Checker, Dropwire menjadi tuntunan sehari-hari. Muka kumal disengat matahari jadi dekorasi wajah. Setelah 2 tahun diterpa badai diterjang hujan [ jiaaaahhh,, Lebayy mode ON ] akhirnya bisa keluar dari kerajaan itu.

Saatnya menjalani hidup nomaden selama 1 tahun antara 2007 akhir sampai 2008 akhir, dan kali ini di Banda Aceh. Negeri Nanggroe yang begitu eksotik. Pengalaman yang mungkin seumur hidup tak terlupakan bagi seorang "jawa" seperti saya. Lepas dari sana, kemudian hidup nomaden lagi bekerja ikut kompeni dari Medan, Jakarta, Bekasi dan sekarang sudah di Semarang lagi.

Dan kini sudah 1 tahunan di sini, tempat belajar yang luar biasa. Dan semoga semakin bisa untuk terus banyak-banyak belajar..

Wah, benang merahnya kok ndak kembali-kembali ya dari tadi. Dari masalah Ramadhan, Kota-kota kok sampai kerjaan. Udah ah, saatnya siap2 buat mudik sama Mira. Udah Freeze juga jadi sekarang saatnya bernyanyi..

Libur Tlah Tiba.. Libur Tlah Tiba.. Hatiku Gembira..

Saatnya merayakan Idul Fitri, mohon maaf atas kesalahan-kesalahan.

When it's black turn white; when it's dark turn light; when a mistaken
turn forgiveness, eagle mengucapkan selamat Idul Fitri, mohon maaf
lahir dan batin.

Mencintai Pekerjaan

Minggu lalu Alhamdulillah dapat kesempatan untuk buka puasa dengan seorang teman di daerah Ngesrep. Karena jarak yang dekat dengan kantor maka saya paskan waktunya saat berbuka kesananya. Sesampai disana semuanya tampak seperti biasa. Suasana khas warung tenda pinggir jalan, riuh rendah suara kendaraan dan kesibukan penjual makanan dengan co-pilotnya yang hilir mudik kesana kemari. Suasana tampak semakin temaram, juru masak masih saja sibuk goyang sana goyang sini untuk menampilkan masakan yang terbaik untuk konsumennya. Senyum 'renyah' tak lupa ia sunggingkan untuk pelanggannya yang setia menunggunya. Melihat senyumnya saya jadi ingat senyum manis guru Etika Pelayanan Pelanggan jaman STM dulu, senyum simpul yang menggetarkan.. [ lebay mode ON :))) ]

Di sela-sela waktu menunggu itu satu persatu pengamen datang menghibur. Dari lagunya Syahdu Rhoma Irama, Gelas-gelas kaca Nia Daniati, 19 Nopember-nya Meggi Z, Stasiun Balapan Didi Kempot, sampai lagu band-band masa kini semacam Kangen Band & Changcut Band. Pergi satu datang satu, datang satu pergi satu dan selalu begitu. Dari pengamen model dandanan Punk, Rock, Orkes dangdut, sampai dandanan jadul jaman orang tua saya masih pacaran barangkali.

Semuanya tampak biasa. Tapi kemudian ada mas pengamen yang aneh. Pertama denger suaranya keren juga, ekspresi dapet, artikulasi mantap [ weits, berasa jadi juri Wonosobo Idol nii.. hehe :))) ]. Tapi ada yang membedakan mas ini dengan pengamen lain. Kalau pengamen lain begitu dapat uang langsung kabur meskipun baru nyanyi 1 baris, mas ini beda. Dia belum mau menerima uang kalau lagunya belum selesai. Kalaupun mau menerima uangnya, habis terima dia tetap nglanjutin lagunya sampai selesai baru beranjak ke meja lain. Wah, sedikit heran juga saya. Lalu saya kepikiran, apa ini ya yang dinamakan mencintai pekerjaan. Yap, mencintai pekerjaan. Mas itu kayaknya tulus banget sama pekerjaanya. Menganggap pekerjaan bukan sebagai beban, tapi fun. Mungkin kita bisa belajar dari mas itu, bahwa pekerjaan itu bukan melulu soal 'hasil'. Tapi tanggung jawab akan sebuah kewajiban yang diamanatkan untuk kita. Totalitas dan keikhlasan mungkin kunci untuk memperoleh hasil yang maksimal. Seperti mas itu yang saya rasa bisa memaksimalkan aksinya untuk membuat banyak senyum pendengarnya.

Manusia pada dasarnya ingin selalu fokus untuk meraih kebahagiaan, dan salah satu faktor untuk meraih kebahagiaan itu adalah bagaimana menyelaraskan motif kebahagiaan dengan pekerjaan yang benar-benar dicintai. Pekerjaan seberat dan sekompleks apapun akan terasa ringan ketika kita kerjakan dengan cinta.

Mungkin terasa klise, tapi ketika kita sudah mencintai pekerjaan maka kenyamanan yang akan kita dapat. Beban kerja sebesar apapun akan terasa ringan ketika kita menjalani dengan fun, tapi tentunya fun yang bertanggung jawab. Tapi ada satu keyakinan yang mungkin bisa jadi pegangan adalah jadikan kerja itu sebagai ibadah. Kalau kita bisa memotivasi kerja kita untuk ibadah kita akan semakin termotivasi kalau semakin banyak kerja maka semakin banyak ibadah. Semakin banyak ibadah maka semakin banyak pahala. Banyak pahala masuk surga.. [ hahaha.. maunyaaa ].

Ketika kita menganggap kerja itu untuk ibadah kita maka kita akan ikhlas menghadapi suasana dan status apapun. Dan seperti yang dianjurkan, Ibadah itu harus khusyuk & total. Maka kalau kita menjalaninya dengan dasar itu insyaAllah hasil kerjaan yang maksimal yang kita dapat sebagai wujud sebuah dedikasi. Karena kita bekerja Lillahita'ala!. Pendapatan menjadi nomor sekian, yang penting cukup untuk memberi makan anak istri & membeli Mercy.. :)))




*bukan bermaksud menggurui, hanya sekedar tulisan iseng untuk memotivasi diri saya yang lama kelamaan makin malas sajaa.. hehehe

Lintang Damar Panuluh

Jakarta, 20 Agustus 2015 Di sudut Stasiun Gambir saya mendadak lemas. Tidak ada lagi tiket kereta tujuan ke Semarang untuk malam ini yang...