Senin, 27 Juni 2011

Hujan Bulan Juni

  Hujan Bulan Juni - Sapardi Djoko Damono
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

Sabtu, 25 Juni 2011

S E P I

malam ini, hanya ingin menulis 1 kata saja :

S E P I

banyak tafsir dari kata itu :)

Jumat, 17 Juni 2011

#Kla - Semoga


Merenungkanmu kini
menggugah haruku
berbagai kenangan berganti
masa yang t'lah lalu
sebenarnya ku ingin
menggali hasrat untuk kembali

Melukiskanmu lagi
di dalam benakku
perlahan terbayang pasti
garis wajahmu
kehangatan cinta kasih
dapat kubaca jelas di situ

Adakah waktu
mendewasakan kita
kuharap masih ada
hati bicara

Mungkinkah saja
terurai satu persatu
pertikaian yang dulu
bagai pintaku
semoga

Lihatlah ku disini
memendam rindu
setiap kuberseru
yang kusebut hanya namamu

Sebenarnya kuingin
menggali hasrat kembali
kuharap agar kau mengerti
semoga

Senin, 13 Juni 2011

[Korea's Got Talent] Sung-bong Choi


Menurutku ini mengharukan..

Pasar Malam

Senja mulai mengalun indah di kota ini. Kabut turun seiring datangnya gelap menggantikan terang. Matahari sudah tak nampak sedari tadi. Angin mulai berhembus merasuk, dingin. Di pematang, petani berjalan kembali menuju peraduan. Sepi, karena kota kecil ini tak diciptakan untuk menjadi sebuah keramaian seperti glamornya kehidupan ibukota. Semua nampak biasa, temaram namun syahdu menghanyutkan. Jalanan mulai sepi, penduduk bergegas masuk ke rumah mereka untuk berlindung dari dinginnya udara lereng gunung. Ternak sudah dikandangkan dan lampu penerang sederhana menghiasi tiap sudut rumah-rumah sederhana khas dataran tinggi.

Di sudut kampung yang jauh dari gemerlap, nampaklah ada yang berbeda malam itu. Ada dentuman suara musik dan kelap-kelip lampu yang begitu terang. Ada bianglala, tong setan, ayunan dan banyak lagi permainan yang membawaku seakan-akan terbang jauh ke masa kecil dulu. Ya, di tempat ini ada pasar malam. Pasar malam seperti menghadirkan kilatan masa kecil yang sangat mengasikkan, tentu dengan beragam jajannya. Namun tak bisa dipungkiri, aku tidak suka pasar malam. Kamu pasti tau alasannya boi..

Namun malam itu aku terpaksa ada di kerumunan banyak orang yang menikmati pasar malam itu. Mengantar banyak sepupu kecil yang begitu menikmatinya tempat itu. Aku duduk di ujung, di antara beberapa orang orang yang tak kukenal. Di sampingku ada 2 perempuan yang sepertinya juga sedang menunggui entah anak atau saudaranya. Namun mereka berdua saling kenal, karena aku melihat mereka kadang berbincang. Aku masih tak bisa menikmati tempat itu. Namun kulihat 2 orang perempuan di sampingku ini juga gelisah, seakan tak bisa menikmatinya juga.

Beberapa saat kemudian entah siapa yang mengawali tiba-tiba kami sudah saling menyapa. Padahal sebelumnya saya tak pernah kenal sama sekali dengan kedua orang tersebut. Lumayan pikirku daripada bengong dan bosan menunggu. Dari percakapan itu aku baru tau kalau mereka berdua berasal dari kampung sebelah yang datang kesini mengantar anak dari salah satu perempuan itu. Sepertinya umur kedua perempuan itu tidak beda jauh, mungkin sekitar 35 tahunan.

Bla.. bla.. bla.. tak terasa kami sudah berbincang banyak hal. Di awali dari basa-basi sampai ngobrol "ngalor-ngidul". Kami sendiri sudah saling memperkenalkan diri. Aku juga baru tau, 2 perempuan itu yang satu sudah berkeluarga dan satunya lagi adalah janda tanpa anak. Sambil menunggu kami bertiga berbincang banyak hal. Dari masalah umum sampai kemudian pada hal-hal pribadi. Seakan-akan mereka malah curhat dan bercerita tentang kehidupan mereka. Padahal niatku dari awal cuma sekedar ngobrol ngisi waktu. Tapi tak apa, barangkali bisa jadi pembelajaran buatku. Benar apa yang aku pikirkan sedari awal, mereka juga tidak bisa menikmati tempat ini. Mungkin sekilas dari garis wajah mereka tak nampak kegelisahan, namun dari cerita mereka tersimpan beban yang amat berat.

Mbak yang pertama bercerita bahwa ia sebelumnya sudah berkeluarga namun bercerai. Alasannya karena suaminya sering berlaku kasar kepada dia ( baca : KDRT ). Sedari awal memang dia tidak direstui orang tuanya untuk menikah dengan laki-laki tersebut, namun tetap memaksakan. Setelah menikah dia baru tau bahwa ternyata suaminya suka kasar kepada dia. Dia sangat kecewa pada dirinya sendiri kenapa tidak menuruti nasehat orang tuanya. Namun dia menyadari, pasti ada resiko dari setiap keputusan sebagain bagian dari frase kehidupan. Kemudia ia memutuskan untuk meminta cerai. Selepas bercerai untuk melanjutkan hidupnya dia bekerja menjadi pembantu rumah tangga ke Hongkong. Empat tahun disana dia pulang ke kampung kemudian kuliah di fakultas pendidikan kemudian menjadi guru pada sebuah taman kanak-kanak sampai sekarang.

Mbak yang kedua juga bercerita tentang kehidupannya sambil terisak. Di awali dari pernikahan tanpa restu orang tua juga. Saat ini dia masih berkeluarga, masih punya suami dan sudah di karunia 2 anak. Kalau melihat sekilas orang pasti mengira tak ada apa-apa dengan mbak ini. Namun ternyata kehidupan di dalam keluarganya berbeda 180 derajat. Mbak ini terjebak pada situasi antara KDRT dan tak mau mengorbankan kebahagiaan anak. Ya, dia mendapat perlakuan kasar dari suaminya. Namun dia juga tak bisa melakukan apapun karena dia takut akan merusak kebahagiaan anaknya jika dia ingin berpisah dari suaminya. Di sebuah sudut itu, dia bercerita dengan terisak.

Berbagai pikiran berkecambuk dalam hatiku kala itu. Namun aku tak sanggup untuk berkata apapun karena aku merasa umurku jauh dibawah mereka. Dan aku tak merasakan apa yang mereka rasakan. Namun menurutku, sudut pandang pemikirannya harus diubah. Dia merasa tak bisa berbuat apapun karena dia tak ingin menyakiti anak-anaknya. Namun apakah dia yakin anak-anaknya bahagia ketika orang tuanya saling baku hantam? Akan menjadi sesuatu yang tidak mengenakkan, ketika anak mereka melihat ayah dan ibunya bertengkar dan salah satu pihak memutuskan bertahan dalam pernikahan yg abusiv itu. Karena ditakutkan tertanam dalam benak anak bahwa hal itu wajar. Padahal itu sama sekali tak wajar.


Ah, malam itu tiba-tiba aku tak mampu berkata lagi. Aku tak bisa membayangkan ada pada posisi mereka. Aku bingung, tapi mungkin kesimpulan kecil sementara yang bisa kuambil : "Restu Orang Tua adalah Restu Allah". Mungkin wajar kita berbeda pendapat dengan orang tua, kadang ada sudut pandang orang tua yang sangat berbeda dari sudut pandang kita. Boleh kita ambil jalan yang berbeda dengan keinginan orang tua, namun yang utama adalah pastikan restu dan doa orang tua tercurah untuk kita dalam meyakini jalan yang kita ambil itu. 


Pasar malam kembali menulis sebuah pembelajaran untukku. Setelah peristiwa manis berakhir pahit kala itu. Mungkin ini cerita pahit yang mudah-mudahan bisa jadi pembelajaran yang manis untukku kelak. Bianglala di depanku masih bergerak naik turun dalam 1 sumbu yang menyimpul. Mungkin seperti itulah kehidupan, kadang naik kadang turun. Kadang di atas kadang di bawah.



Jumat, 03 Juni 2011

#curhat

ada sudut pandang di mana setiap orang tidak punya perspektif untuk melihat ke semua arah
"kerjanya enak ya, bisa sesuka hati kapan harus kerja" | seorang teman via YM
"wah enak banget mas, jam segini masih tidur" | ibu kost yang heran tiap hari aku bangun siang
"jan, enak tenan. kerja sambil sarungan, 'ngligo', durung adus, kerjo mung remote | teman yg datang ke kost
"kerjanya gitu tok ya? kok enak" | komentar teman lama waktu ketemu

Ah, kadang orang hanya melihat kondisi dan keadaan kita saat ini. Tidak tau bagaimana susahnya mencapai titik seperti saat ini. Bagaimana dulu memulainya dengan kerja malam tiap hari, berangkat kerja dari pagi pulang pagi. Bahkan sampai diputus pacar karena lebih mengutamakan kerja dari pada memberi sedikit perhatian ke pacar --> curcol

*maap tak bermaksud sombong, ataupun merasa tak ikhlas.. hanya mengungkapkan sedikit uneg-uneg di kepala yang sedang "agak" panas ini hehehe
*apapun itu, semua daya dan upaya ini mudah-mudahan selalu di ridhoi Allah.. Amin...

Lintang Damar Panuluh

Jakarta, 20 Agustus 2015 Di sudut Stasiun Gambir saya mendadak lemas. Tidak ada lagi tiket kereta tujuan ke Semarang untuk malam ini yang...