Rabu, 28 Desember 2011

Kurangi Membajak Lagu Yuk..

Dalam era yang serba instan seperti sekarang. Kita bisa dengan mudah untuk mendapatkan sesuatu. Termasuk lagu yang ingin kita dengarkan dan kita pindah ke komputer atau hp kita. Download di internet memang cara paling mudah dan simpel. Tapi bukankah itu namanya kita ikut membajak lagu tersebut?

Memang ada banyak sekali lagu yang susah kita cari albumnya karena lagu lama atau sudah tidak ada di pasaran. Sehingga mau tidak mau ya download di internet. Banyak sekali perdebatan mengenai hal itu. Tapi sudahlah, yang penting niatan baik kita untuk belajar tidak mengambil hak orang.

Yuk kita coba pelan-pelan dari diri kita sendiri. Ada banyak lagu yang bisa kita dapatkan secara legal dengan murah kok. Harga CD juga sudah tak semahal dulu. Kalau merasa membeli CD itu ribet, karena harus ke toko kaset dan mentransfer dari format .cda ke format mp3 jika kita akan mendengarkannya di HP, ya coba alternatif lain.

Sungguh, ini bukan iklan dan saya sudah mencobanya :)

Dengan nomor Telkomsel, kita bisa mendownload lagu secara legal. Ada fitur yang disediakan dari Langit Musik yang memungkinkan kita untuk bisa download lagu yang kita inginkan. Cukup ketikkan *616# dari hp kita. Hanya 1000 rupiah/minggu (tambah 100 buat pajak, sial dimana-mana dipajakin ya hehe) kita bisa download banyak lagu yang kita mau kok. Legal gak pakai membajak :)

Ini contoh penampakannya kalau kita sudah mendaftar : 

"Umi, Delisa cinta Umi karena Allah"


"Umi, Delisa cinta Umi karena Allah"

Kalimat ini masih membekas di pikiran saya setelah saya menonton film ini. Hafalan Shalat Delisa, film yang diangkat dari novel dengan judul yang sama dari Tere Liye. Saya belum pernah membaca novel itu sebelumnya. Tapi saya langsung mengiyakan begitu ada ajakan nonton film ini. Yang saya tau, dalam novelnya bercerita tentang seorang anak bernama Delisa yang tinggal di dekat pantai Lhok Nga, Aceh. Saya berharap dengan menonton film ini saya bisa melihat pantai Lhok Nga lagi. Tapi sayangnya pengambilan gambar di film itu tidak dilakukan di Aceh, tetapi di Pantai Ujung Genteng kalau tidak salah. Mungkin untuk menjaga perasaan warga di Aceh sana.

Terlepas dari kekurangan-kekurangan di film ini, setidaknya film ini mempunyai cerita yang kuat juga emosi yang tersampaikan kepada para penontonnya. Vira yang duduk disamping saya sampai menangis sesenggukan menyaksikannya. Yang paling saya suka dari film ini justru akting Reza Rahadian, bagus banget!


Yang tak kalah bagus adalah soundtrack-nya. Suara Rafli Kande tetap juara :)

Selesai menonton film ini, timbul pertanyaan di pikiran saya. Seperti pertanyaan yang saya ungkapkan ke Hilmy ketika kami keluar dari Museum Tsunami di Banda Aceh tempo hari. "Bagaimana ya perasaan korban tsunami ketika ia masuk ke Museum Tsunami? bukankah itu akan mengingatkan traumanya akan tsunami lagi?". Persis pertanyaan setelah menonton film ini, "Bagaimana ya perasaan korban tsunami ketika ia melihat film ini? bukankah itu akan mengingatkan traumanya akan tsunami lagi"

Saya berkirim sms ke Cut Sani untuk bertanya tentang hal itu. Dia menjawab "Ndak terlalu tau mas. Tapi secara umum ndak trauma lagi mas. Paling beberapa aja yang trauma masih, kadang lihat ke laut dengar suara ombaknya. Gempa-gempa gitu  yang masih jadi trauma mas.."

*kemarin tepat 7 tahun tsunami. teringat peringatan 3 tahun tsunami ketika tinggal disana. orang berbondong-bondong ke masjid dan ke pantai untuk berdoa bersama. teringat seorang ibu yang menungguku ketika sakit di rumah sakit di banda aceh. ibu itu bercerita tentang beliau dan anaknya yang sempat terpisah karena tsunami. semoga kebahagian selalu tercurah untuk ibu itu, amin.

Tas Plastik

Kadang banyak hal kecil namun bermakna besar bagi kita. Ini sebuah cerita tentang benda kecil bernama 'tas plastik'

Waktu itu, dalam perjalanan saya, Hilmy dan Melyn keliling Sumatra. Kami mampir di rumah Tata di Tanjung Enim, Sumatra Selatan. Setelah mampir beberapa saat kami berpamitan. Saat akan melanjutkan perjalanan, Tata menawarkan kami beberapa tas plastik ukuran besar. Saya mengambilnya 1, melipatnya dan memasukkannya ke tas. Memang sepertinya sederhana, sebuah benda bernama tas plastik. Tapi beberapa hari kemudian, saya sangat berterimakasih kepada Tata karena tas plastik pemberiannya itu.

Jadi ceritanya, ketika di Sabang, Pulau Weh. Hari itu, saya dan Hilmy selesai berkeliling Pulau Weh dengan motor sewaan. Saat itu kami harus mengembalikan sepeda motor itu di pelabuhan sekaligus kami juga akan naik kapal untuk kembali ke Banda Aceh. Jadwal keberangkatan kapal pukul 16.00. Tapi manusia boleh berkehendak, namun Tuhan yang menentukan. Dalam perjalanan menuju pelabuhan, tiba-tiba hujan deras. Terpaksa kami harus berteduh. Hujan sangat deras, sedangkan waktu itu sudah menunjuk pukul 15.30. Kami menunggu dengan cemas, jika ketinggalan kapal tentu kami harus menginap di Sabang. Itu di luar rencana perjalanan juga budget kami.

Kira-kira waktu menunjuk pukul 15.50 ketika saya dan Hilmy memutuskan untuk nekat jalan meski hujan. Kami tidak mengkhawatirkan badan kami akan basah. Yang kami khawatirkan adalah tas ransel yang berisi semua perbekalan perjalanan kami akan basah. Nah, ketika itu saya baru ingat. Di tas, saya menyimpan tas plastik besar pemberian Tata. Langsung saja, tas plastik itu saya pakai untuk melapisi tas ransel saya agar tidak basah.

Kemudian, di tengah hujan saya dan Hilmy melajutkan perjalanan kami ke pelabuhan. Agak ngebut karena kapal akan berangkat 10 menit lagi. Saya yang duduk dibelakang cukuplah untuk menyuruh Hilmy agar ngebut. Hehe. Kira-kira 15.48 kami sampai di pelabuhan. Hampir saja kami ketinggalan kapal. Sesampai di pelabuhan, Hilmy menyerahkan motor sewaan, sedang saya ke loket membeli tiket.

Kami sampai di pelabuhan dengan kondisi memprihatinkan. Badan basah kuyup karena hujan. Tapi kami beruntung, tas kami tidak basah sama sekali berkat tas plastik itu. Tas plastik yang sebelumnya kami tak tau itu untuk apa.

Cerita tentang tas plastik berlanjut malam ini. Sebelum berangkat kerja malam di Wisma Antara, saya sempatkan pergi ke Indomaret untuk membeli minum dan cemilan. Pukul 01.00 alhamdulillah pekerjaan saya sudah selesai. Beberapa cemilan saya tinggal untuk teman yang belum selesai dengan pekerjaannya. Plastik bungkus dari Indomaret yang sudah tidak terpakai itu biasanya saya buang ke tempat sampah. Tapi entah kenapa saya malah memasukkannya ke tas.

Setelah selesai, saya kemudian turun ke lantai 1 untuk pulang. Namun, sampai bawah rupanya hujan. Hujan sama sekali tidak terdengar dari lantai 9 tempat saya bekerja. Sambil nunggu reda, saya berdiri di depan pos security.

Alhamdulillah, saya bertemu banyak orang baik. Saya di tumpangi orang dari Kantor Berita Antara, saya ikut. Kebetulan arahnya sama seperti arah menuju ke kost saya. Sampai di halte depan gang kost saya turun seraya berterima kasih sekali kepada orang yang menumpangi saya tadi meski kami belum pernah kenal sebelumnya.

Sesampai halte tadi, ada 2 penjual kopi yang sedang berteduh dari hujan. Mereka langsung mempersilahkan saya untuk duduk. Duduk sebentar saya beranjak untuk mencoba menerabas hujan. Saya lari-lari kecil di gang kost saya, tapi nampaknya hujan malah bertambah deras. Melihat saya lari di tengah hujan, ibu penjaga toko yang masih buka sampai jam 2 pagi menyarankan saya untuk berteduh di tokonya. Saya menolaknya sambil terus berlari dengan alasan hujan tidak deras. Tapi hujan memang deras sebenarnya. Sampai di depan masjid saya berteduh.

Lama berteduh disitu hujan tak reda. Sementara kantuk dan lelah sudah datang menghinggapi. Tiba-tiba saya keingat tas plastik yang tadi ada di tas saya. Timbullah ide spontan, tas plastik sisa dari Indomaret tadi, saya pakai saja untuk menutupi kepala. Lalu saya beranjak pulang. Baju agak basah terkena sedikit rintikan. Tapi setidaknya kepala yang belum sembuh benar dari pusing itu tidak bertambah pusing karena air hujan.

Tas plastik, sederhana memang. Kecil bentuknya dan lebih banyak dilupakan. Tapi dari hal-hal kecil sebenarnya segala hal di mulai. Bukankah kalau kita akan menghitung dari angka 1 sampai 100, kita menyebut bilangan kecil terlebih dahulu kan?

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 24 Desember 2011

Di Luar Kendali

Gelap di luar sana
Entah karena apa
Tapi semua akan baik-baik saja

Tertambat kita pada satu hal
Yang lepas di luar kendali kita

Di sini..
Ada banyak manusia
Tapi aku percaya
Hanya satu harapnya

Berharap bus ini bisa
kembali melangkah di lajurnya

*2 Desember 2011. 03:21. di atas bus pahala kencana yang membawaku dari jakarta menuju wonosobo. busnya berhenti, ada masalah. tepat di depan bank bri ajibarang

Rabu, 21 Desember 2011

Hidup Itu Pilihan

"Hidup tuh pilihan. Kadang hanya soal 'ya' dan 'tidak'. Tanpa alasan. Tanpa penjelasan. Mulai dari milih makan di warteg sampai tidak berhubungan sex sebelum menikah. Harganya sama. Harusnya kita belajar untuk tidak mengkotak-kotakan pilihan"

(@perempuansore)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Pengalaman Pertama ke Purwokerto

Kapan kamu pergi jauh untuk pertama kalinya sendiri?

Waktu itu tahun 2002 ketika saya belum genap berumur 15 tahun. Baru lulus SMP dan masih "galau" mau melanjutkan sekolah kemana. Eh tapi tahun segitu belum populer kalimat "galau" kan ya. Di antara beberapa pilihan sekolah itu, bapak menyarankan untuk masuk ke sebuah SMA di Wonosobo. Sedangkan emak, menyarankan masuk ke STM, dengan pertimbangan kelak ketika lulus akan ada banyak pilihan entah itu kuliah atau kerja.

Bermodal brosur sebuah sekolah yang tampilannya bagus, saya kemudian berminat pada sebuah STM. Tapi STM itu ada di Purwokerto. Purwokerto ini berjarak sekitar 90 km dari kampung saya, kira-kira membutuhkan waktu 2 jam untuk bisa sampai kesana. Saya menyampaikan ke emak kalau saya ingin melanjutkan ke sekolah itu, meskipun sekolahnya ada di luar kota. Emak sangat mendukung, pertimbangannya mungkin sudah saatnya saya bisa mandiri, terlebih jika diterima di sekolah itu dan harus kost disana. Bapak meskipun awalnya tidak setuju, namun lama kelamaan menyetujuinya juga. Meski butuh waktu agak lama untuk meyakinkannya.

Saat akan mendaftar, dengan pertimbangan tidak adanya biaya berangkat kesana untuk berdua atau untuk melatih saya, emak menyuruh saya untuk berangkat ke Purwokerto sendirian. Yang saya punya saat itu hanya alamat STM itu di Purwokerto dan nomor telfonnya. Kemudian saya mencoba telfon ke sekolah itu untuk tanya "ancer-ancernya".

Keesok harinya, dengan berbekal uang 65.000 pemberian emak, saya berangkat. Dengan diantar emak ke pinggir jalan tempat bus ke arah Purwokerto lewat. Nampak berat emak melepas saya pergi sendirian, tapi saya memang harus pergi sendiri karena uangnya tidak cukup untuk kami berangkat berdua. "Hati-hati di bus banyak copet, kalau sudah di Purwokerto, kalau mau tanya apa-apa ke polisi saja biar tidak ditipu orang". Itulah kalimat yang dipesankan emak kepada saya kala itu. Pagi itu akan menjadi moment yang spesial untuk saya, pertama kalinya saya pergi naik bus sendirian. Naik bus sendirian ke kota yang jauh dari kampung, yang belum pernah saya datangi sebelumnya. Agak takut, tapi dengan semua keterbatasan saat itu mudah-mudahan akan ada hasil positif. Saya melihat kekhawatiran pada mata emak melihat saya harus berangkat sendiri kala itu. Tapi emak sepertinya tidak ingin menunjukkan itu. Beliau ingin menunjukkan kalau saya harus berani!

Sepanjang jalan saya tetap tidak bisa tenang, meski sudah bilang ke kondektur untuk menurunkan saya di Karang Bawang. Ya, Karang Bawang ini adalah daerah "ancer-ancer" yang diinfokan dari orang yang menerima telfon ketika saya menelfon sekolah itu sebelumnya. Karang Bawang, nama perempatan di sebuah daerah di Purwokerto. Setelah 2 jam, kondektur bilang kalau bus sudah akan sampai di Karang Bawang, Purwokerto. Saya bersiap beranjak turun. Perjalanan selama 2 jam yang tidak akan saya lupakan seumur hidup saya. Antara rasa takut dan keinginan untuk sekolah di sana. Anak kecil yang baru SMP, belum pernah naik bus sendirian ke luar kota. Bahkan pertama kalinya ke Purwokerto. Plus belum jaman HP, sehingga tidak bisa telfon/sms untuk meminta petunjuk jalannya. Siang itu sampai juga saya di Purwokerto!

Turun di perempatan Karang Bawang itu saya "clingak-clinguk" bingung arah. Untungnya di perempatan itu saya melihat ada papan petunjuk arah ke STM yang saya maksud ( note : papan petunjuk ini roboh 2 tahun kemudian karena hujan ketika saya sudah jadi murid di STM itu ). Karena ragu lokasi STM itu dekat atau jauh dari perempatan, saya mencoba naik becak yang banyak mangkal di perempatan itu. Saya kira jauh, ternyata dari perempatan itu, letak STM cuma sekitar 200 meter. Sialnya, saya harus membayar 3000 rupiah untuk membayar becak itu. Wah, anak kecil kena tipu fikir saya.

Sampai STM itu, saya segera membeli formulir kemudian mengisikannya. Sudah ramai dengan banyak anak yang mendaftar dengan didampingi orang tuanya masing-masing. Ternyata di formulir pendaftaran itu ada form untuk tanda tangan orang tua. Lha, saya kan kesitu sendirian. Ah, tak perlu bingung, dari pada bolak balik Purwokerto - Wonosobo lagi hanya untuk meminta tanda tangan tentu membutuhkan waktu dan biaya lagi. Tanpa pikir panjang, tanda tangan orang tua saya tanda tangani sendiri. Petugas pendaftaran yang kemudian saya kenal dengan nama Pak Adnan dan Bu Woro menerima form pendaftaran tanpa curiga kalau itu tanda tangan palsu. Wah, lega saya :)

Selesai pendaftaran, saya harus pulang ke Wonosobo lagi. Tapi masalahnya saya bingung, gimana cara pulangnya. Pikir saya saat itu, mungkin saya harus ke terminal untuk mencari bus ke arah Wonosobo. Dari depan STM saya berjalan kaki ke arah perempatan Karang Bawang lagi. Lama disitu nampaknya tak ada bus ke arah Wonosobo, mungkin memang saya harus ke terminal. Kemudian saya naik angkot ke arah terminal. Saya kira jauh, rupanya perempatan Karang Bawang ke Terminal Bus Purwokerto tak begitu jauh. Hanya beberapa ratus meter. Lagi-lagi uang 1000 rupiah harus terbayar untuk jarak sedekat itu.

Sampai di terminal, saya masuk dan mencari bus ke Wonosobo. Begitu naik dan busnya jalan, saya baru sadar kalau busnya lewat perempatan Karang Bawang! Sial, tau gitu tadi tinggal nunggu di perempatan Karang Bawang ya, tidak usah ke terminal. Selang 2 jam sampailah saya di kampung saya lagi. Pengalaman pertama pergi sendirian ke luar kota. Dengan sisa 4 ribu rupiah sampai di rumah. Alhamdulillah, bersisa. Kalau tak salah rinciannya adalah sebagai berikut :

- Wonosobo - Purwokerto  : 8000
- Becak                             :  3000
- Formulir                          :  40000
- Permen                           :  1000
- Angkot                           :  1000
- Purwokerto - Wonosobo  : 8000

Hari-hari berikutnya setelah diterima di STM itu, saya menikmati jalur Wonosobo - Purwokerto selama 3 tahun. Dengan bus-bus dekil yang memberi "aksesoris" dalam cerita panjang disana. Rentang panjang salah satu masa terberat dalam kehidupan saya. Tapi salah satu moment terbaik juga karena bisa bertemu dengan teman-teman dan orang-orang yang luar biasa :)

*model bus yang dulu sering saya tumpangi.. jurusan purwokerto - wonosobo

**hari rabu lalu 141211 mencoba bernostalgia ke purwokerto dengan naik bus lagi. memori saya jauh melayang ke belakang. berawal dengan keyakinan emak kalau saya berani, sampai banyaknya memori suka duka yang dilalui disana..

Sabtu, 17 Desember 2011

Menunggu Hujan

Menunggu hujan di sebuah halte Trans Jakarta. Berada di tengah jalan, di pusatnya ibukota. Tempatnya lapang, dengan kaca yang bersih. Sementara semilir angin masuk dari lubang-lubang ventilasinya.

Gedung-gedung pencakar langit menghiasi kanan kirinya. Sejuk dan segar hujan siang ini. Aku duduk di kursi panjang sementara seorang wanita dengan BH hitam ada di depanku. Nampak jelas. Bajunya tipis tersapu gerimis.

Hujan, jalan raya yang basah, serta deru mobil yang nampak simetris menambah syahdu suasana ini. Aku, juga kamu mungkin pernah merasakan suasana indah ini. Suasana dimana kita akan terbawa pada masa ketika kita duduk berdua dengan bermandikan air hujan.

Gemericik air dari laju roda kendaraan menambah semarak. Seperti mengiringi simfoni keindahan ini. Hujan masih akan tersaji untuk aku nikmati. Sementara pelangi mungkin masih menunggu. Menunggu redanya hujan siang ini, untuk kemudian ia melengkapi sisi kehidupan yang lain. Yang akan membawa kita jauh menikmati rasa syukur kita akan suasana yang mungkin begitu kita rindukan. Jauh disini, jauh dari kampung halaman. Disini. Di Jakarta.

*menunggu hujan di halte sarinah. sungguh saya suka suasana ini. menikmati hujan dari sudut jalan.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 13 Desember 2011

Kenangan bisa disusun kembali?

Bapak     :  Le, motornya tukar tambah sama yang baru aja. Biar lebih bagus.
Saya       :  Motor jarang kepakai juga kok. Di pakai kalau pas mudik. Lagian kalau ingin yang lebih bagus ya mending beli lagi. Jangan menjual yang lama.
Bapak     :   Lha kenapa?
Saya       :   Motor kenangan je.. hehe
Bapak     :  Kenangan bisa disusun lagi haha
Saya       :  Wew! *sambil berfikir*

Jumat, 09 Desember 2011

Chrisye - Selamat Jalan Kekasih





Resah Rintik Hujan
Yang Terhenti Menemani
Sunyinya Malam Ini
Sejak Dirimu Jauh Dari Pelukan

Selamat Jalan Kekasih
Kejarlah Cita Cita
Jangan Kau Ragu Tuk Melangkah
Demi Masa Depan
Dari Segala Kemungkinan

Jangan Kau Risaukan
Air Mata Yang Jatuh Membasahiku
Harunya Kau Mengerti
Sungguh Besar Artimu Bagi Hidupku

Selamat Jalan Kekasih
Kejarlah Cita Cita
Jangan Kau Ragu Tuk Melangkah
Suatu Hari Nanti
Kita Kan Bersama Lagi
Bersama Lagi
Kita Berdua

Reff;
Tiada Yang Harus Kau Ragukan
Segalaku Untukmu
Walau Kini Kita Berpisah
Suatu Hari Nanti
Kita Kan Bersama Lagi
Bersama Lagi
Kita Berdua

Resah rintik hujan
Yang tak henti menemani
Sunyinya malam ini
Sejak dirimu jauh dari pelukan

Selamat jalan kekasih
Kejarlah cita-cita
Jangan kau ragu tuk melangkah
Demi masa depan dan segala kemungkinan

Jangan kau risaukan
Air mata yang jatuh membasahiku
Harusnya kau mengerti
Sungguh besar artimu bagi hidupku

Selamat jalan kekasih
Kejarlah cita-cita
Jangan kau ragu tuk melangkah
Satu hari nanti kita kan bersama lagi
Bersama lagi, kita berdua

Resah rintik hujan
Yang tak henti menemani
Sunyinya malam ini
Sejak dirimu jauh dari pelukan

Selamat jalan kekasih
Kejarlah cita-cita
Jangan kau ragu tuk melangkah
Demi masa depan dan segala kemungkinan

Jalan yang harus kau lakukan
Segalaku untukmu
Walau kini kita berpisah
Suatu hari nanti kita kan bersama lagi...
Bersama lagi, Kita berdua..

Jumat, 02 Desember 2011

David Beckham & Andik Vermansyah

Moment indah ketika David Beckham & Andik Vermansyah saling bertukar jersey-nya. Dari isyaratnya yang minta tukar adalah David Beckham! Pasti moment yang tidak terlupakan bagi Andik Vermansyah.

Lintang Damar Panuluh

Jakarta, 20 Agustus 2015 Di sudut Stasiun Gambir saya mendadak lemas. Tidak ada lagi tiket kereta tujuan ke Semarang untuk malam ini yang...