Selasa, 29 September 2009

Mencintai Pekerjaan

Minggu lalu Alhamdulillah dapat kesempatan untuk buka puasa dengan seorang teman di daerah Ngesrep. Karena jarak yang dekat dengan kantor maka saya paskan waktunya saat berbuka kesananya. Sesampai disana semuanya tampak seperti biasa. Suasana khas warung tenda pinggir jalan, riuh rendah suara kendaraan dan kesibukan penjual makanan dengan co-pilotnya yang hilir mudik kesana kemari. Suasana tampak semakin temaram, juru masak masih saja sibuk goyang sana goyang sini untuk menampilkan masakan yang terbaik untuk konsumennya. Senyum 'renyah' tak lupa ia sunggingkan untuk pelanggannya yang setia menunggunya. Melihat senyumnya saya jadi ingat senyum manis guru Etika Pelayanan Pelanggan jaman STM dulu, senyum simpul yang menggetarkan.. [ lebay mode ON :))) ]

Di sela-sela waktu menunggu itu satu persatu pengamen datang menghibur. Dari lagunya Syahdu Rhoma Irama, Gelas-gelas kaca Nia Daniati, 19 Nopember-nya Meggi Z, Stasiun Balapan Didi Kempot, sampai lagu band-band masa kini semacam Kangen Band & Changcut Band. Pergi satu datang satu, datang satu pergi satu dan selalu begitu. Dari pengamen model dandanan Punk, Rock, Orkes dangdut, sampai dandanan jadul jaman orang tua saya masih pacaran barangkali.

Semuanya tampak biasa. Tapi kemudian ada mas pengamen yang aneh. Pertama denger suaranya keren juga, ekspresi dapet, artikulasi mantap [ weits, berasa jadi juri Wonosobo Idol nii.. hehe :))) ]. Tapi ada yang membedakan mas ini dengan pengamen lain. Kalau pengamen lain begitu dapat uang langsung kabur meskipun baru nyanyi 1 baris, mas ini beda. Dia belum mau menerima uang kalau lagunya belum selesai. Kalaupun mau menerima uangnya, habis terima dia tetap nglanjutin lagunya sampai selesai baru beranjak ke meja lain. Wah, sedikit heran juga saya. Lalu saya kepikiran, apa ini ya yang dinamakan mencintai pekerjaan. Yap, mencintai pekerjaan. Mas itu kayaknya tulus banget sama pekerjaanya. Menganggap pekerjaan bukan sebagai beban, tapi fun. Mungkin kita bisa belajar dari mas itu, bahwa pekerjaan itu bukan melulu soal 'hasil'. Tapi tanggung jawab akan sebuah kewajiban yang diamanatkan untuk kita. Totalitas dan keikhlasan mungkin kunci untuk memperoleh hasil yang maksimal. Seperti mas itu yang saya rasa bisa memaksimalkan aksinya untuk membuat banyak senyum pendengarnya.

Manusia pada dasarnya ingin selalu fokus untuk meraih kebahagiaan, dan salah satu faktor untuk meraih kebahagiaan itu adalah bagaimana menyelaraskan motif kebahagiaan dengan pekerjaan yang benar-benar dicintai. Pekerjaan seberat dan sekompleks apapun akan terasa ringan ketika kita kerjakan dengan cinta.

Mungkin terasa klise, tapi ketika kita sudah mencintai pekerjaan maka kenyamanan yang akan kita dapat. Beban kerja sebesar apapun akan terasa ringan ketika kita menjalani dengan fun, tapi tentunya fun yang bertanggung jawab. Tapi ada satu keyakinan yang mungkin bisa jadi pegangan adalah jadikan kerja itu sebagai ibadah. Kalau kita bisa memotivasi kerja kita untuk ibadah kita akan semakin termotivasi kalau semakin banyak kerja maka semakin banyak ibadah. Semakin banyak ibadah maka semakin banyak pahala. Banyak pahala masuk surga.. [ hahaha.. maunyaaa ].

Ketika kita menganggap kerja itu untuk ibadah kita maka kita akan ikhlas menghadapi suasana dan status apapun. Dan seperti yang dianjurkan, Ibadah itu harus khusyuk & total. Maka kalau kita menjalaninya dengan dasar itu insyaAllah hasil kerjaan yang maksimal yang kita dapat sebagai wujud sebuah dedikasi. Karena kita bekerja Lillahita'ala!. Pendapatan menjadi nomor sekian, yang penting cukup untuk memberi makan anak istri & membeli Mercy.. :)))




*bukan bermaksud menggurui, hanya sekedar tulisan iseng untuk memotivasi diri saya yang lama kelamaan makin malas sajaa.. hehehe

Tidak ada komentar:

Lintang Damar Panuluh

Jakarta, 20 Agustus 2015 Di sudut Stasiun Gambir saya mendadak lemas. Tidak ada lagi tiket kereta tujuan ke Semarang untuk malam ini yang...