Semuanya serba terburu-buru.
Beberapa saat setelah pesawat lepas landas, masih dalam keadaan badan
pesawat yang miring ke atas karena pesawat baru ‘menanjak’ naik.
Pramugari dengan susah payah mendorong ke depan sebuah trolly berisi
roti dan air mineral untuk dibagikan kepada penumpang. Ya, semuanya
serba terburu-buru karena belum genap 30 menit penerbangan ini, pilot
memberitahukan bahwa pesawat akan segera mendarat.
Tak lebih dari 30 menit akhirnya pesawat mendarat dengan goncangan
yang keras karena landasan di lapangan terbang ini tidak terlalu
panjang. Panas terik menyambut begitu saya turun dari pesawat. Lalu
masuk ke dalam ruang pengambilan bagasi yang begitu kecil dan pengap.
Bahkan loket pemesanan taksi juga ada di ruangan yang sama. Bagasi datang begitu lambat, bahkan lebih lama dari penerbangannya.
Hahaha. Sampai kemudian saya mengambil tas dan bergegas keluar dari
ruangan yang penuh sesak itu.
Selamat datang di Bandar Lampung.
Dari bandara, perlahan taksi menuju ke tengah kota. Saya memandang
jauh ke luar. Dalam hati bergumam bahwa saya sebenarnya tidak ingin
datang ke kota ini. Sampai kemudian lamunan saya terhenti ketika saya
melihat sebuah terminal bus di pinggir jalan bertuliskan ‘Terminal
Rajabasa’. Ya, saya pernah memiliki sepenggal kenangan di terminal itu
bersama Melyn dan Hilmy. Tak jauh dari terminal itu, di kiri jalan saya
melihat sebuah bangunan yang tidak asing bagi saya, ‘Museum Lampung’.
Saya mengingat moment numpang mandi di dalamnya.
Taksi terus melaju dan dalam perjalanan ke tempat menginap saya,
taksi ini juga melewati ‘Stasiun Tanjung Karang’. Tiba-tiba, saya
seperti terbawa mesin waktu, mengingat banyak moment di stasiun itu. Tak jauh dari stasiun, taksi tepat berhenti di depan hotel. Saya bergegas masuk dan setelah ribet dengan segala macam
administrasinya akhirnya saya bisa tidur di kamar.
Malam selepas
maghrib, saya keluar dari hotel untuk mencari makan. Di dekat hotel, ada
sebuah tempat makan di sebuah ruko yang memikat saya karena tempatnya
yang ramai. Saya masuk ke dalamnya dan sesaat kemudian saya seperti
kembali ditarik ke dalam mesin waktu. Saya seperti merasa pernah ada di
tempat ini. Sampai kemudian saya teringat bahwa saya, Melyn dan Hilmy
pernah diajak makan disini oleh Febs.
Tuhan maha asik. Dulu, saya pernah singgah di kota ini dan tidak
ingin kembali ke kota ini lagi. Tapi Tuhan mengirimkan saya ke kota ini
lagi. Lalu saya bertemu dengan serpihan-serpihan kenangan ketika dulu
saya pernah singgah di sini. Bahkan secara tidak sengaja makan di tempat
dahulu saya makan siang untuk pertama kalinya di kota ini.
Tidak ada hal yang terjadi secara kebetulan kan?
Lintang Damar Panuluh
Jakarta, 20 Agustus 2015 Di sudut Stasiun Gambir saya mendadak lemas. Tidak ada lagi tiket kereta tujuan ke Semarang untuk malam ini yang...

-
Peta di atas adalah ruteku jika ingin pulang dari Semarang ke Wonosobo. Biasanya lewat jalur yang warnanya merah. Berhubung bosen lewat jala...
-
Kapan kamu pergi jauh untuk pertama kalinya sendiri? Waktu itu tahun 2002 ketika saya belum genap berumur 15 tahun. Baru lulus SMP dan mas...
-
Kalau ada suatu tempat yang selalu ingin saya kunjungi ketika bepergian, tempat itu adalah Pelabuhan & Pantai. Saya suka dengan laut, bi...