Ditulis Oleh : Ega Julaeha
Tak Perlu pijakkan kaki ke puncak 9
Agar tak buntu dan terperosok ke lubang 0
Karena segala yang bukan Tuhan
Tak kan sanggup menanggung 9
Pandang 9 sebagai cakrawala cinta
Junjung 9 di atas kepalamu
Jangan sampai masuk ke mulutmu
Telan 9 rohanikan abadikan ke 8
Sebagaimana ujung penamu
menggoreskan 8
Tak pernah menemukan titik akhirnya
Karena Tak kan pun sampai 7 manusiamu
Karena dungu hingga 9 kau pacu nafsu
Pukul delapan malam tepat, hadirin sudah memenuhi ruangan berkapasitas 472 bangku ini. Lampu-lampu dimatikan, gelap. Bunyi Gong menggema, tanda acara akan segera dimulai, seketika suasana hening hadir di ruangan dingin ini. Tirai hitam pembatas di muka ruangan perlahan terbuka, rangkaian lampu sorot menangkap panggung, segala isinya terpampang jelas. Terlihat seperangkat alat musik lengkap memenuhi panggung. Gamelan, Keyboard, drum, gendang besar dan kecil, biola, seruling, gitar, dan bass gitar tersusun rapi tepat di hadapan sebelas personil KiaiKanjeng yang berkostum serba hitam, bersiap “kawin” untuk menghadirkan nada dan irama mengiringi syair dan lirik-lirik bertema kemanusiaan yang dinyanyikan oleh para vokalisnya, antara lain Imam Fatawi, Islamiyanto, Dony, Nia, Yuli, dan Zainul yang malam itu akan berkolaborasi dengan Novia Kolopaking. Yang spesial, di sudut kanan panggung, Pada kursi drum duduk manis Dhedot, drummer Band Letto dengan stik siap di kedua tangannya. Malam itu dia termasuk dalam formasi pertunjukkan Novia Kolopaking dan Kiai Kanjeng.
Pertunjukan musik Novia Kolopaking dan KiaiKanjeng yang terbalut dalam tema “Konser Delapan” (Pitu Nguntal Songo) itu merupakan salah satu dari delapan rangkaian pertunjukkan Festival Musik Indonesia yang diselenggarakan oleh Gedung Kesenian Jakarta dari tanggal 2 s/d 17 Desember 2010 mendatang. Konser yang digelar tanggal 8 & 9 Desember ini bukan sekedar pertunjukkan musik semata. NVKK membawa pesan “Merapi” sebagai bahan renungan untuk di sharing kepada hadirin sebagai pembelajaran bersama tentang Alam dan Tuhan.
KiaiKanjeng merupakan salah satu kelompok musik gamelan asal Jogjakarta yang digawangi oleh Emha Ainun Nadjib dan Novi Budianto. Terbentuk sejak tahun 1996, KiaiKanjeng telah mengunjungi berbagai belahan dunia, dari Eropa sampai Australia, dan juga lebih dari 21 propinsi, 384 kabupaten, 1030 kecamatan dan ribuan desa di seluruh Indonesia dalam misi sosialnya, dengan semangat dialog antar lintas agama, negara, budaya, dan suku melalui media musik.
Di awal acara, NVKK memutar video dokumenter tentang kegiatan Tim SAR gunung Merapi. Cak Nun, sapaan akrab Emha Ainun Nadjib ini, terlihat ikut serta dalam rombongan Tim SAR, melakukan pencarian korban-korban yang tertimbun pasir erupsi merapi itu sampai jarak radius kurang lebih 14 km dari puncak Gunung. Berbarengan dengan pemutaran video, menggema pula lagu Shohibu Baiti. Dzikir Shohibu Baiti yang telah akrab dilantunkan di setiap pengajian Maiyah asuhan Cak Nun di beberapa kota di Jawa, berlirik-kan bahasa arab yang mengandung arti “Allah Tuan Rumahku, Rasulullah Penjaga Pintu-NYA” berhasil menciptakan aura mistis, seperti mengajak para hadirin dalam perenungan mendalam tentang hakekat Tuhan, Rasulullah, alam semesta, dan kemanusiaan pada diri. Tertangkap maksud yang ingin disampaikan dari diputarnya video tersebut adalah alam itu hidup, kita manusia lebih sering memposisikan alam sebagai benda mati, alat pemuas kebutuhan saja. Marilah kita memperlakukan alam sebagai benda hidup, dan itu tidak berarti klenik.
Terdapat kurang lebih 18 tembang lagu yang dibawakan NVKK dalam pertunjukkan itu, terbagi ke dalam dua sesi, antara lain:
Sesi pertama:
- Bangbang Wetan
- Darahmu Darahku
- Engkau Menjelang
- Raja diRaja
- Tak Sudah-sudah
- Duh Gusti
- Asyku Batstsi
- Shalom Alahem
Sesi kedua:
- Aba Bakrin-Love
- Kelahiran
- Changing (Black Sabbath)
- Sayang Padaku
- Takku Pintakan
- Something Stupid
- Garuda Sepi
- Cinta Bla-bla-bla
- Manungso
- Rampak Osing
Setiap lagu yang dibawakan NVKK tidak berhenti sebagai lagu dengan alunan nada dan irama yang indah didengar saja, namun juga mempunyai lirik yang sarat makna, mengusik kemapanan hati dan pikiran. Beberapa lagu berbicara tentang hubungan vertikal dan horisontal, hubungan emosi antara seorang hamba dengan Tuhan-NYA, hubungan antar sesama ciptaan-NYA.
Lagu Raja di Raja mengkritik tentang peran seorang raja, sebagai pemimpin, raja dalam arti yang sebenarnya, atau raja yang sebenarnya bukan raja, tetapi sementara menjabat jadi raja.
Lagu Tak Sudah Sudah hadir sebagai perenungan ke dalam diri sendiri, sebagai manusia yang tak pernah merasa cukup, lagi, lagi, dan lagi. Liriknya sebagai berikut.
Ketika belum kepingin sudah
Ketika sudah kepingin tambah
Sesudah ditambahi kepingin lagi
Kepingin lagi, lagi, dan lagi
Kita berlari memperbudak diri
Tuhan mengajarkan yang pas-pasan saja
Tapi kita tak pernah krasan
Karena kekurangan maunya berlebihan
Rasa kekurangan tak berpenghabisan
Kepada Dunia tak pernah kenyang
Itulah api yang menghanguskan
Itulah nafsu lambang kebodohan
Hanya pada Tuhan Kita selalu kurang
Hati belingsatan Kangen tak karuan
Kepada Cinta-MuAku kelaparan
Apapun ongkosnyaKubayar sukarela
Tak sudah-sudah
Kok belum saja
Kok terus saja
Lagu Engkau Menjelang mempunyai lirik yang lebih sunyi, tentang kepatuhan dan kepasrahan total seorang hamba terhadap Sang Khalik.
“Dunia sudah habis bagiku, tak ada yang melezatkanku, ruang dan waktu hanya menipu, hidup mati menjebakku, sejak aku tahu, Engkaulah yang SEJATI”
Lagu Duh Gusti merupakan satu tembang lagu lama, lagu di kalangan Muhammadiyah, dengan lirik bahasa jawa yang terinspirasi dari salah satu ayat dalam Al Quran.
Duh gusti mugi paringo
ing margi kaleresan kados margining manungso
Kang panggih kanikmatan
Sanes margining manungso
Kang paduko laknati
Eling-eling siro manungso
Uripmu ana ing alam donyo
Ketika lagu ini dinyanyikan, pada layar muncul tulisan tentang Manunggaling Kawula Gusti, Bersatunya hamba dengan Tuhan di dalam hati seorang pemimpin.
“Duh Manunggaling kawula Gusti, di dalam dadamu, rakyat menyatu dengan Tuhannya. Jika kau sakiti rakyatmu, Tuhan murka kepadamu. Jika kau khianati Tuhanmu, tangis rakyat akan menguburmu”.Lagu Sayang Padaku berbicara tentang cinta seorang hamba kepada penciptaNYa, Allah menempati posisi nomor satu di dalam hatinya.
Andaikan dunia mengusir aku dari buminya
Tak akan aku merintih
Juga tak akan aku mengemis
Segala kehendakNYA
Menjadi Surga bagi cintaku.
Yang spesial, pada malam kedua konser, hadir sebagai tamu kehormatan, maestro Idris Sardi memainkan biola di tengah-tengah lagu Garuda Sepi yang sedang dibawakan oleh Novia Kolopaking. Gesekan dawai biolanya yang begitu mengalun dan bernyawa mampu menghanyutkan hadirin ke dalam perenungan tentang makna di balik lirik lagu tersebut.
Sepinya Hati Garuda Dijunjung tanpa Jiwa Menjadi Hiasan Maya Oleh Hati yang Hampa Disayang tanpa Cinta Dipuja dan Dihina
Kalau beberapa lagu yang dibawakan sebelumnya berupa snack, makanan pembuka, pada puncaknya NVKK membawakan Lagu jawa kuno, Manungso. Lagu ini sebagai menu utama, bahan perenungan kita sebagai manusia.
Manungso aja ngumbar nafsu lan angkaro
Anggonmu urip ning ngalam ndonyo
Para Malaikat juru pati
Nglirak anglrik sak kiwalan tengen ira
Anggone ngelrik iku malaikat
krana arep njabut sukma ya nyawan
iraanggone njabut nyawa iku malaikat
ngenteni dawuhe ingkang maha mulya
Man on the land
Don’t surrender to your greed and desire
on this short life,on this blind life of yours
When you believe, you have an angle
That stay by your side, there on your sight
While you never know the angle is…the angle is…
Konser Delapan terasa begitu hidup karena kemampuan Novia Kolopaking dalam berkomunikasi dengan para hadirin. Keterusterangannya menyampaikan ketidak-hafalannya akan lirik-lirik lagu yang dibawakan sehingga membawa “contekkan” melalui iPad di hadapannya, berhasil menghadirkan suasana cair dan mesra.
Lagu-lagu yang dibawakan NVKK hampir semuanya memukau dan menghibur para hadirin. Ini terlihat dari begitu riuhnya ruangan karena tepuk tangan para hadirin di setiap penghujung lagu yang terdiri dari berbagai genre musik: Jazz, pop, dangdut, dan kasidahan. Ada lagu barat sampai lagu jawa. Kiai Kanjeng dengan semangat persaudaraan antar lintas budaya, agama, dan suku, berhasil memadukan aransemen musik dari berbagai tradisi: Instrumen Jawa, Timur Tengah, dan modern. Yang menarik Lagu Shalom Alaechem menjadi begitu indah diperdengarkan karena lagu ini menggabungkan lagu-lagu pujian agama Yahudi, Christmas Carol, dan shalawatan.
Musik bisa begitu efektif mengikis sekat-sekat perbedaan dan kebencian antar pemeluk agama. Kalau sudah begitu, tidak tersedia ruang untuk saling benci. (kc/ega)
6 komentar:
terima kasih sudah sharing tulisan ini.. :D
terima kasih juga untuk mbak Ega yang sudah menulis review dengan sangat bagus :)
punya rekamannya juga nggak mbak? :)
ga ene foto2 nonton ne to?
@Rizky : Gak enek mas, wes nggowo kamera cuma peraturane gak entuk nganggo kamera karo nguripke HP nang ruang konser :)
mantep dhi.
Bra Sru Kri Hahaha
Posting Komentar