Cak Nun naik ke panggung dan membuka acara "Dulu saya berpikir Yogya adalah kota budaya, lalu saya berpikir Yogya adalah ibu kota kebudayaan, dan bahkan yang "menyusui" Indonesia adalah Yogya, bahkan yang membiayai menteri-menteri adalah HB IX saat itu. Kemudian saya berpikir bahwa Indonesia adalah ibu kota budaya dunia. Tetapi kemudian saya berpikir lagi bahwa Yogya adalah ibu kota budaya dunia. Bukan hanya karena orang-orangnya Istimewa dan tidak bisa dibuat tidak istimewa, melainkan akan terkuak nanti oleh ilmu pengetahuan bahwa Yogyakarta di seputar Merapi akan muncul kekayaan-kekayaan yang luar biasa."
"Selain itu, keistimewaan Yogya juga karena di sini ada pertemuan antara gunung berapi dan laut. Anda diobok-obok soal keistimewaan Yogya, karena sesungguhnya ada yg diincar dari kandungan bumi Yogya yaitu pasir besi,"
Sama dengan Sudjiwo Tedjo tentang Timnas Sepakbola Indonesia, ternyata Cak Nun juga mempunyai pendapat yang sama, "Tentang kekalahan Timnas tadi, sebenarnya sejak kemarin saya sudah tahu kalau akan kalah. Hati saya ingin menang, tetapi pikiran saya bilang janganlah jangan menang Timnas supaya kalian semua tidak lupa dengan Gayus," ujar Cak Nun.
Setelah itu Kiai Kanjeng membawakan lagu dolanan "Demak Ijo" & "Esuk-esuk" yang bisa juga di lihat di Youtube,
*demak ijo - youtube
*esuk-esuk - youtube
Sebelumnya mempersembahkan nomor lagu pluralis "Salam Eleikhem" sebagai tanda bahwa Yogya adalah khas dalam soal pluralisme.
"Intinya di Kulonprogo terdapat kandungan pasir besi Merapi, yaitu merapi lama. Maka Jogja bisa menjadi pusat dunia kalau semua bisa dimanage dengan baik dan tidak dijadikan perebutan-perebutan. Belum lagi pasir Merapi saat ini yang tinggi mencapai 60-an meter," kata Cak Nun mengantarkan teman-teman Tim SAR dan beberapa lurah di seputaran Merapi yang rumahnya sudah hancur luluh lantak.
"Dengan kekayaan seperti itu, maka para korban Merapi sesungguhnya bisa mandiri tanpa bantuan dari manapun," tandas CN, "saya ajak para lurah ini supaya UGM terketuk hatinya dan bisa menjembatani kepentingan mereka."
Dua di antara lurah tersebut, dari Kepuhharjo dan Wukirsari, menuturkan kondisi mereka dan rakyat mereka saat ini di mana mereka sudah tidak punya rumah lagi, sementara pasir-pasir merapi yang berkualitas number one yang sesungguhnya menjadi hak mereka pun dijarah oleh para kapitalis dan penguasa. Mereka memohon doa kepada Cak Nun agar mereka diberi kekuatan. Pak Lurah Wukirsari memperkenalkan dua orang adik yang plontos kepalanya dan diajak naik ke panggung: mereka gundul karena bernadzar akan tetap gundul sampai mereka punya rumah lagi.
Cak Nun menjelaskan bahwa dialektika cinta itu mengajarkan kalau cinta kita dilukai, hal itu bisa membuat kita meningkat juga cinta kita. Ketika cinta kita disakiti oleh Indonesia, itu berarti cinta kita kpd Indonesia bisa meningkat. Dulu HB IX memutuskan untuk bergabung dg Indonesia pada saat sbnrnya Beliau membuat negara sendiri yg bertetangga dengan Indonesia. Itu karena cinta beliau pada Indonesia. Pada saat cinta kita pada Indonesia disakiti oleh Indonesia, maka itu pasti juga diprihatini oleh HB IX. Itulah sebabnya kemudian Cak Nun mengajak hadirin untuk menghayati Indonesia lewat Medley Nusantara yang memuat pelbagai keragaman dan kekayaan budaya dan etnis di Indonesia.
Pada sudut saya, tahun depan adalah tahun yang penting. Kalau tidak, anggaplah penting. Sehingga jadikan itu momentum untuk perubahan-perubahan mendasar hidup Anda. Yang demikian itu akan membuat alam patuh pada kehendak perubahan-perubahan baik itu. Nah, tahun 2011 besok adalah tahun di mana akan terjadi yang penting dan besar-besar. "Saya sih pinginnya yang lengkap ada ijtihad dan mujahadah. Pelopor ijtihad di sini adalah KH Ahmad Dahlan. Sayangnya sekarang Ijitihadnya Muhammadiyyah sedang mandeg, sementara Mujahadah NU sedang tidak terkabul," papar dan "kelakar" Cak Nun.
Pesan Cak Nun, menyambung hal ijtihad dan Mujahadah, "Orang Islam jangan mudah dihasut untuk jihad..."
Lebih jauh Cak Nun meneruskan, "Perubahan di Indonesia ini sangat sederhana yaitu anda berani nggak tidak seperti "itu" atau seperti yang di sana-sana itu.".
"Saya ini juga dulu pernah kuliah di UGM, karena itu bolehlah saya ikut mempunyai rasa memiliki kepada UGM. Saya di Yogya sejak kelas 3 SMP. Tetapi saya tidak memiliki akar budaya Yogya/Jawa, tetapi akar Islam pun juga tidak kuat-kuat amat, apalagi riwayat pendidikan saya banyak gagalnya. Maka di Yogya-lah saya belajar tembang-tembang Jawa. Nah, nanti ada tembang yang akan saya persembahkan kepada UGM," cerita Cak Nun.
"Mudah-mudahan UGM mendapatkan kesadaran sejarah untuk secara resmi menyampaikan terima kasih kepada Keraton Yogyakarta," harap Cak Nun.
Di penghujung acara, Cak Nun menembangkan secara hikmat kontemplatif "Ing donya piro suwene...ing dunyo peteng mripate....."
-di kutip sebagian dari FB Komunitas Kenduri Cinta-
2 komentar:
senin maiyahan bantul dhi, hayuk!
mantab gan!
Posting Komentar