*cerita jadi Bolang keliling Sumatra bersama Hilmy dan Melyn (13)
kelanjutan dari : Bus Gila dan Teluk Bayur
kelanjutan dari : Bus Gila dan Teluk Bayur
Semilir angin sore begitu menyejukkan.
Akhirnya setelah berhari-hari berderu di atas kendaraan, kini kami bisa beristirahat
sejenak. Menyeka keringat kami di sebuah kampung di tanah Minang. Menunggu
waktu berbuka di hari kedua bulan puasa tahun ini. Di pinggiran Kota Solok,
Sumatra Barat ini kami melepas lelah kami.
Empat puluh tahun lalu, adik kakek saya
yang baru berumur 20 tahun ketika itu merantau untuk menjadi guru sekolah dasar
di Pulau Mentawai, Sumatra Barat. Lama tinggal di Sumatra Barat, adik kakek
saya ini akhirnya menikah dengan gadis Minang yang dikenalnya disini. Sejak saat
itu, beliau akhirnya menetap dan tinggal disini bersama keluarganya.
Dan di rumah kakek saya ini kami bertiga
transit. Mereka menyambut kami dengan
hangat, dengan keramahan dan logat bicara orang Minang yang begitu enak
didengar. Baru pertama kali saya mengunjungi rumah adik kakek saya ini.
Sebelumnya, saya pernah bertemu dengan keluarga ini ketika mereka berkunjung ke
Jawa waktu saya masih kecil, kira-kira 17 tahun yang lalu. Kini setelah sekian
lama akhirnya saya dipertemukan kembali dengan keluarga ini.
Yang membuat saya sedikit trenyuh adalah ketika mendapati album
foto di rumah ini. Di dalamnya masih tersimpan foto mereka sekeluarga ketika
mereka berkunjung ke Jawa, termasuk foto saya ketika kecil. Saya sangat bahagia
mendapati foto-foto saya ini. Dan tentu saja saya bahagia mereka masih
menyimpannya.
Akhirnya adzan magrib yang
ditunggu-tunggu berkumandang juga. Waktunya berbuka puasa. Dan tentunya, yang
membuat buka puasa kali ini begitu istimewa adalah menu makanan khas Minang.
Kalau kami biasa menikmati masakan Padang/Minang di Jawa, kini kami bisa
menikmatinya langsung di Tanah Minang.
Saya, Hilmy dan Melyn begitu lahap menikmati
buka puasa ini. Tentu ini akan menjadi salah satu menu buka puasa yang istimewa
dalam perjalanan kali ini karena hari-hari kedepan kami harus menikmati buka
puasa di jalanan lagi.
Rasanya kami tidak ingin beranjak
sebelum semua yang tersaji ini habis. Rendang dan barisannya masih saja memaksa
kami untuk menengok mereka. Selesai makan, kami beranjak pergi ke masjid dekat
rumah untuk shalat tarawih. Ini shalat tarawih pertama kami setelah malam-malam
sebelumnya kami ada di jalan.
Dalam sebuah perjalanan, tentu kita akan
bertemu dengan manis dan pahitnya sebuah etalase kehidupan. Dan malam ini kami
sedang menikmati sedikit manisnya.
Di sebuah kampung di Solok, Sumatra
Barat. Saya menemukan masa lalu saya ada dalam album foto. Juga menemukan
manisnya sebuah persaudaraan.
1 komentar:
rendangnya mantap. minang asli.
ah, aku rindu simbah dan solok.
Posting Komentar