Jumat, 22 Oktober 2010

Zona Nyaman

Lama tidak pernah saya lihat langit cerah di kota ini. Kota berjuta-juta orang Indonesia menggenapkan usaha untuk sebuah nilai kemanusiaan. Tak pernah ada awan biru yang indah, tak pernah ada semburat langit yang menyilaukan. Pekat memang, tapi di sinilah segenap daya dan upaya harus di usahakan dengan sungguh-sungguh. Dengan keyakinan bahwa ada terang setelah gelap. Ada atas setelah bawah, ada keberhasilan ketika kita mau belajar nilai kehidupan dengan ikhlas.

Sudah 2 minggu ini saya mulai mengadu nasib di kota ini. Meninggalkan sebuah zona dimana kebanyakan orang sangat menikmatinya. Sebuah tempat kerja di mana suasanya begitu kekeluargaan, keakraban yang mengalir di sebuah bukit di Kota Semarang. Fasilitas kerjanya juga sangat bagus, ada jaminan asuransi, tunjangan, juga pendapatan yang sangat baik bagi saya sebagai orang kampung. Saya mencintai tempat itu, andaikan kantor itu adalah sebuah klub sepakbola dan saya pemain yang bermain di klub itu, mungkin saya pernah punya keinginan menghabiskan karir saya sampai gantung sepatu di tempat itu. Seperti cinta Paolo Maldini pada AC Milan, Ryan Giggs & Gary Neville pada Manchester United. Saya benar-benar menyebut sebuah kantor di Bukit Gombel itu sebagai "zona nyaman".

Tapi akhir bulan kemarin saya harus berani untuk mengambil keputusan untuk resign dari tempat itu. Tempat itu memang nyaman, tapi datar. Tempat itu memang tenang, tapi saya ingin terus berkembang. Saya ingin memenuhi diary kehidupan saya dengan sesuatu yang fluktuatif. Tidak datar-datar saja. Meski awalnya berat, tapi saya kira ini hanya proses, dari sebuah zona nyaman ke tempat kerja baru sekarang yang mungkin masih samar-samar. Tapi yang saya yakini, tempat kerja yang baru ini akan mengoptimalkan kemampuan saya. Melaksanakan pekerjaan dari project ke project meski kadang tanpa kepastian. Di balik gemerlap ini saya hanya berharap bahwa keinginan saya untuk suatu waktu bisa kembali ke kampung halaman bisa terwujud dengan modal dari kerja disini.

Hari ini saya masih bermimpi, suatu saat saya bisa membangun kehidupan saya di kampung halaman. Mendirikan rumah belajar untuk anak tidak mampu, membuat Taman Pendidikan Quran, juga membuat Sekolah Sepakbola. Saya masih punya harapan bahwa saya bisa kembali, ke kampung saya, juga ke bukit dimana saya menemukan sebuah kehidupan disana, Gombel.

*tulisan gak konsen di tengah hujan, berharap kost saya di tengah ibukota ini tak kebanjiran :)

4 komentar:

sinta mengatakan...

amin...

Hilmy Nugraha mengatakan...

amin..

semangat dhi.

aku siap menerima modal mu, haha

haniemaria mengatakan...

aku meyakini, tempat yang nyaman buat kita, tidak berarti juga 'baik' buat kita :)

sepakat denganmu, aku pun sedang mencari sesuatu yang memang 'baik' untukku..

*hekekeke, kayak lagunya Sister Morphin

afi mengatakan...

semangat dhi. (ngikut2 hilmy)
selamat menikmati hidup :)

Lintang Damar Panuluh

Jakarta, 20 Agustus 2015 Di sudut Stasiun Gambir saya mendadak lemas. Tidak ada lagi tiket kereta tujuan ke Semarang untuk malam ini yang...