Kamis, 03 Mei 2012

Teh, Bapak dan Anak Lelakinya

Saya selalu menyukai ritual ini. Ritual menghabiskan sisa teh bapak dimalam hari. Menjelang malam, ketika saya menikmati insomnia saya dan bapak sudah tertidur. Saya selalu menghabiskan air teh sisa bapak yang ada di meja makan. Dari air teh dengan gelas besar itu, kadang tersisa setengah, kadang pula masih terisi penuh belum diminum. Saya menghabiskannya, dan saya selalu mengilustrasikan cara minum saya dengan kata 'glek glek glek..'. Saya selalu menghabiskannya, tanpa tersisa.

Sepertinya itu biasa, tetapi bagi saya itu adalah ritual yang membuat saya kangen ketika saya tidak sedang di rumah. Ritual yang menarik saya untuk pulang dan menikmati sisa teh itu sambil berilustrasi tentang saya dan bapak. Dulu, ketika saya menjadi orang yang mudah tertidur. Setiap malam, saya selalu tidur terlebih dahulu dibandingkan bapak. Entah tertidur di depan televisi, di sofa atau dimanapun. Di sela antara sadar dan tidak sadar ketika tertidur itu, saya selalu merasakan bapak menyelimuti saya dengan selimut.ketika saya lupa memakainya.

Kini situasi berubah, saya tidak lagi menjadi orang yang mudah tertidur seperti dulu. Setiap malam, saya melewatinya dengan mata yang masih cerah-cerahnya. Kini bapak lebih sering tidur terlebih dahulu dibanding saya. Dan ketika bapak sudah tertidur itu, saya selalu menghabiskan sisa tehnya. Glek glek glek. Ah, ini semacam candu.

Rasa tehnya manis. Dari manisnya air teh itu saya selalu berharap hubungan saya dan bapak akan selalu manis. Kepahitan sudah banyak kami dapatkan dimasa lampau. Kini, saya ingin berusaha membuatnya manis. Melewati kebersamaan kami yang pasang surut juga dengan manis. Mungkin ketika saya menikah nanti dan tidak lagi tinggal bersama bapak, saya akan merindukan moment menikmati sisa teh. Saya membayangkan istri saya kelak juga akan selalu membuatkan teh manis untuk saya dan saya meminumnya sampai habis. Meminumnya dengan suka cita, semanis perasaan saya menghabiskan teh sisa bapak saat-saat ini.

Sampai suatu hari, istri saya kelak akan berujar, "Kurangi gula, banyak-banyak minum air putih agar lebih sehat". Tentu, saya akan mengikuti permintaan istri saya dan tidak lagi minum teh manis. Tapi kenangan menikmati sisa teh bapak tentu sudah terukir dalam sebuah perjalanan panjang hubungan antara seorang bapak dan anak lelakinya.

Hari ini bapak berulang tahun. Selamat Ulang Tahun yang ke-47, Bapak.. Mugi panjang umur wilujeng ing kaharjaning Gusti.

*sudah sebulanan ini bapak bertanya kepada saya pertanyaan yang seumur hidup belum pernah beliau tanyakan kepada saya. Pertanyaan, "kapan kamu menikah? sudah 25 tahun, diseriusi, dimantepi". Saya hanya tersenyum manis tanpa sanggup berkata-kata, semanis teh yang saya habiskan setiap malamnya..


1 komentar:

Anonim mengatakan...

moments like these are indeed precious. sometimes we rush through life forgetting to enjoy the simple things that matter the most. happy birthday to your Dad.

Lintang Damar Panuluh

Jakarta, 20 Agustus 2015 Di sudut Stasiun Gambir saya mendadak lemas. Tidak ada lagi tiket kereta tujuan ke Semarang untuk malam ini yang...