Di ujung gang, nampak beberapa ojek langganan sedang menunggu penumpang. Mereka langsung melambaikan tangan begitu melihat saya keluar dari gang. Hanya dengan isyarat anggukan, salah satu dari mereka kemudian mendatangi saya lengkap dengan helmnya. Tanpa bertanya-tanya ongkos dan tujuan, mereka sudah paham jika hari Jumat sore saya keluar kost, maka tujuan saya adalah ke Terminal Rawamangun.
"Tumben bang, wangi sore ini. Habis keramas ya" gurau saya setelah memakai helm kemudian perlahan motor berjalan.
"Haha, tau aja mas ini. Hari Jumat mas, spesial dong. Mandi lalu jumatan" kata abang ojek.
Jalanan sore ini tidak terlalu macet dibanding Jumat seperti biasanya. Mungkin karena masih banyak orang yang belum kembali lagi ke Jakarta setelah mudik lebaran. Sebelum sampai perempatan Matraman, abang ojek belok ke sebuah jalan alternatif. Memang sama ramainya. Tapi setidaknya lebih dekat. Jalan alternatif ini persis di pinggir rel kereta api.
Diantara deru kendaraan yang berhamburan, sebuah kereta api lewat dengan suara khasnya. Sejajar dengan jalan raya dimana ribuan motor dan mobil sedang berjalanan berpacu dengan waktu juga. Suara ramai jalan, suara kereta yang khas, dan hiruk pikuk kendaraan yang melintas seakan memberi sensasi tersendiri untuk saya. Rasanya merinding.
Tak berapa lama kemudian, sampailah di Terminal Rawamangun. Saya bergegas ke sebuah loket bus untuk mengambil tiket yang sudah saya pesan lewat telfon sebelumnya. Waktu baru beranjak dari pukul 17 lebih sedikit, padahal bus baru akan berangkat pukul 18.30.
Saya duduk di depan loket untuk menunggu. Seorang ibu yang duduk disamping saya kemudian menyapa. Kami lantas berbincang. Nampaknya ibu ini akan pergi ke Palembang, sedangkan bus yang akan ia naiki belum datang padahal sudah menunggu hampir 5 jam. "Harusnya jam 1 mas, tapi ini sudah jam segini belum datang juga. Baru diganti sama nasi sebungkus sama air. Kalau gini rasanya capek, menunggu, udah nggak shalat pula". Saya bingung mau menjawab apa. Saya hanya mencoba mendengarkan cerita ibu ini.
Saya sendiri setelah lebaran, baru seminggu di Jakarta. Jakarta bagi saya semakin 'absurd' saja. Namun tidak dipungkiri bahwa di kota ini ketergantungan hidup saya terhadap pekerjaan. Dan dengan pekerjaan di Jakarta pula, saya bisa mewujudkan impian saya. Bisa dibilang benci tapi juga sayang.
Bus yang akan saya naiki datang, saya bergegas naik. Bus kemudian berangkat dengan penumpang yang tidak terlalu penuh. Perlahan-lahan meninggalkan Jakarta, untuk kemudian kembali lagi ke kota ini. Benci tapi sayang. "..ke Jakarta aku kan kembali" begitu liriknya lagunya Koes Plus.
*postingan random nggak jelas di dalam bus, semata-mara untuk mengisi waktu :P *
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
1 komentar:
salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
Bersabarlah dalam bertindak agar membuahkan hasil yang manis.,.
ditunggu kunjungan baliknya gan .,.
Posting Komentar