Selasa, 06 Maret 2012

Rajabasa dan Anggur Jamu

*cerita jadi Bolang keliling Sumatra bersama Hilmy dan Melyn (2)

kelanjutan dari : Bus Siput dan Panasnya Lampung

Kami bersiap untuk bergegas turun dengan ransel-ransel kami. Saya bertanya kepada penumpang yang lain untuk memastikan bahwa kami belum sampai di Terminal Rajabasa. Kami memantapkan diri untuk turun sebelum Terminal Rajabasa. Dari obrolan kami ketika di kapal, kami mendapat saran untuk tidak masuk ke Terminal Rajabasa. Terlebih untuk kami yang baru pertama kali datang kesini. Ada 3 orang berbeda yang menyarankan kami untuk turun sebelum terminal dengan alasan keamanan. Terminal Rajabasa ini terkenal dengan banyaknya kejadian tidak menyenangkan yang di terima oleh para calon penumpang terutama dari para calo. Sesampainya di Bakaheuni tadi saya memang sempat buka google kemudian search keyword “Terminal Rajabasa”. Nampaknya memang benar, banyak sekali informasi tentang “seramnya” Rajabasa. Mungkin kondisi sekarang sudah jauh lebih baik dengan adanya pengamanan yang diperketat, tapi sepertinya kami memang harus turun dari bus sebelum memasuki Terminal Rajabasa untuk lebih safe-nya. 

Panas terik, itulah komentar kami ketika pertama kali turun dari bus. Dari tempat turun tersebut kami segera naik angkot tujuan ke Stasiun Bandar Lampung. Kami berharap bisa melepas lelah dan mandi di stasiun karena sejak kemarin kami masih belum tersentuh air sedangkan muka sudah penuh dengan debu yang melekat.

Di atas angkot kami bertemu dengan seorang ibu penjual jamu gendong. Kami bertegur sapa dan kami baru tau kalau beliau asalnya dari Solo. Masih di atas angkot, saya membeli jamu beras kencur untuk mengurangi haus di tengah panasnya terik siang. Hilmy sepertinya tertarik untuk membeli juga. Dia memesan jamu kunir asem. Melyn bergeming ketika Hilmy menawarinya. Sepertinya Melyn punya kenangan tidak baik dengan rasa jamu yang pernah dia coba pertama kali ketika menyaksikan karnaval di Solo. 

Angkot masih berjalan dan saya iseng mengamati ibu penjual jamu menjajakan jamunya. Saat ibu penjual jamu menuang jamu ke plastik, selain beras kencur nampaknya ditambahkan cairan lain juga. Dari botol lain, diambilnya cairan berwarna hitam dan di tambahkan ke beras kencurnya. Percampuran antara beras kencur dan sedikit cairan itu dituang ke plastik. Saya masih tidak ngeh, pikir saya mungkin memang ramuan jamunya harus dikasih seperti itu. Tetapi hal yang sama juga dilakukan ibu penjual jamu ketika membuatkan jamu kunir asem pesanan Hilmy. Cairan warna hitam itu masih ditambahkan ke kunir asemnya. Saya masih penasaran tetapi jamu itu juga sudah masuk ke perut saking hausnya. Hilmy juga nampak langsung menenggak jamunya.

Namun seketika saya ingat. Saat saya masih kecil dan sering membeli jamu di kampung. Saya juga sering melihat penjual jamu menuangkan cairan hitam ke dalam jamunya. Saya baru ingat kalau cairan hitam seperti yang penjual jamu tadi tambahkan adalah anggur hitam. Bukan seperti anggur merahnya Meggi Z yang memabukkan.

Ibu penjual jamu yang baik, memberi petunjuk kami ke stasiun

Tidak ada komentar:

Lintang Damar Panuluh

Jakarta, 20 Agustus 2015 Di sudut Stasiun Gambir saya mendadak lemas. Tidak ada lagi tiket kereta tujuan ke Semarang untuk malam ini yang...