Hidup memang susah ditebak alurnya ya :)
Entah tiba-tiba saya ingin menulis ini (bisa dibaca curhat, gegalauan atau apapun itu). Seperti biasanya, pagi tadi (bisa juga disebut sudah siang), saya bangun dari sofa yang paling enak sedunia setelah hampir 8 jam tidur (agak kebo memang). Langsung menulis di twitter sebuah kalimat "selamat pagi..". Entah teman-teman saya belum sarapan atau mereka sedang galau, mereka secara serempak langsung membalas "sudah siang!!!"
Sudah seminggu ini saya di kampung, meninggalkan sejenak pekerjaan di Jakarta yang kadang 'mboseni'. Saking mboseninya saya malah lebih banyak pergi dari festival ke festival yang banyak berserakan saat ulang tahun Jakarta. Atau melewati setiap malam sendirian, pergi ke TIM, dan menikmati film-film yang sedang diputar berulang-ulang sampai kadang saya merasa sok jadi manusia pecandu film.
Tadi pagi (agak siang) saya bangun dengan perasaan aneh. Baru kali ini saya kepikiran kalau sudah tua. Umur saya sudah 24, sebentar lagi beranjak 25. Tiap minggu harus datang dari kondangan ke kondangan teman seumuran yang kebanyakan sudah melepas masa lajangnya. Ada teman yang sudah punya anak 2, bahkan ada yang 3. Tapi bagi saya, tua atau muda tidak ada korelasinya dengan menikah. Menikah itu bukan masalah umur, tetapi masalah keyakinan kita untuk mengabdikan hidup kita untuk sesuatu hal yang lebih besar. Keyakinan kita untuk membagi hidup kita dengan orang lain.
Lha kok jadi ngomongin nikah ya? Cukup! Topik ini tidak menarik bagi jomblo seperti saya.
Kita kembali ke benang merah :)
Jadi tadi pagi, saya merasa dalam pencapaian pekerjaan sudah tertinggal dari banyak teman saya. Ini bukan masalah menang atau kalah. Semua hal dan hasil yang diterima tentu adalah jawaban dari pilihan hidup kita dimasa lalu. Ketertinggalan itu tidak saya sesali, bagi saya itu adalah konsekuensi sebuah pilihan. Kalaupun dahulu saya mengambil jalan dan pilihan hidup seperti teman-teman saya, tentu hidup saya juga tidak kalah dari mereka (sedikit menyombongkan diri hehe).
Namun, setiap orang tentu punya jalan hidup masing-masing. Kini saya menikmati hidup dengan bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi kecil di selatan Jakarta. Yang membuat saya bersyukur dan tidak pernah ragu dengan pilihan saya tentu saja karena saya bisa melakukan banyak hal yang sebelumnya tidak pernah bisa saya rasakan.
Penyesalan kadang ada, misal saya berpikir "Kenapa saya tidak mengambil langkah seperti teman-teman saya ya?". Tetapi mengutip sebuah tweet dari Reza Gunawan - Jangan terjebak pikir "berapa income yg saya bisa hasilkan" saja. Pikir
"berapa banyak waktu dan kebebasan yg saya perlu bayar utk itu?"-
Kini saya bisa melakukan banyak hal yang tidak bisa saya lakukan jikalau saya tidak mengambil pilihan ini beberapa tahun lalu. Alhamdulillah, saya jadi punya waktu 'mbolang' dengan teman-teman saya, bertemu dengan orang-orang baru, komunitas baru yang tidak terbayang sebelumnya. Bisa pergi ke tempat-tempat yang belum pernah saya kunjungi. Sebuah jalan hidup menuntun saya untuk masuk ke dalam ruang kehidupan yang tidak bisa saya masuki sebelumnya.
Semua nampak sederhana ya? Tapi percayalah, mimpi dan passion saya masih besar. Jaman masih remaja membaca novel Ayat-Ayat Cinta (ketahuan deh tuanya), saya ikut-ikutan tokoh utama dalam novel tersebut, Fahri membuat peta hidup. Saya tuliskan disebuah kertas kecil ketika itu. Setelah 5 tahun, banyak yang tidak bisa terwujud, namun Alhamdulillah ada yang terwujud. Dan satu keinginan terbesar dalam hidup sebelum umur 25 untuk mempunyai rumah sendiri dari hasil jerih payah sendiri, seperti tertulis dalam peta hidup itu alhamdulillah tercapai. Sebuah impian, entah yang tertulis atau tidak memang seperti sebuah sugesti ya? Atau bisa jadi di alam bawah sadar kita akan merespon impian kita untuk dapat menjangkaunya? Memang dalam peta hidup yang saya buat itu ada hal yang tidak bisa tercapai tepat waktu, misalnya saya belum bisa menamatkan kuliah saya. Atau saya belum bisa membuat sebuah buku dengan cover bertuliskan nama saya :)
Impian saya masih panjang, dan saya ingin menikmati passion saya.
Saya ingin pergi ke banyak tempat yang belum pernah didatangi untuk larut dalam kehidupan di tempat yang saya datangi itu. Namun dalam suatu waktu, tentu saya ingin pulang. Sekedar menikmati hidup di depan rumah untuk melihat senja, memberi makan ikan-ikan di kolam belakang rumah, atau sekedar membersihkan debu yang menghias tumpukan buku di perpustakaan yang ada di bagian depan rumah.
Sampai di suatu saat nanti ada wanita yang menjadi ma'mum saya ketika shalat di rumah. Wanita yang akan mendengarkan nyanyian fals saya ketika akan pergi : "Aku pergi untukmu.. Merangkai mimpi lewati waktu.. Semua itu jalan kita.. Akan ku jaga, kubina slamanya.. " - Seandainya (SheilaOn 7)
Hidup memang susah ditebak alurnya ya :)
Bingung, seperti saya juga bingung menentukan pasangan hidup saya. (Dzingggg!)
-saatnya tulisan diakhiri kalau sudah membahas jodoh lagi, jodoh lagi-
Lintang Damar Panuluh
Jakarta, 20 Agustus 2015 Di sudut Stasiun Gambir saya mendadak lemas. Tidak ada lagi tiket kereta tujuan ke Semarang untuk malam ini yang...
-
Kalau ada suatu tempat yang selalu ingin saya kunjungi ketika bepergian, tempat itu adalah Pelabuhan & Pantai. Saya suka dengan laut, bi...
-
Kapan kamu pergi jauh untuk pertama kalinya sendiri? Waktu itu tahun 2002 ketika saya belum genap berumur 15 tahun. Baru lulus SMP dan mas...
-
*cerita jadi Bolang keliling Sumatra bersama Hilmy dan Melyn (17) kelanjutan dari : Mampir Sekejap ke Padang Suasana nampak mulai...
2 komentar:
usap semua peluhku(mu)...
may all your dreams come true. i admire your optimism when it comes to your passions in life. keep it up!
Posting Komentar